Kenapa Aku Tidak Mengambil Kerjaan Freelance Lagi

Waktu kuliah aku sering mengambil freelance berupa pengembangan situs web atau aplikasi mobile.
Menurutku bisa mendapat tawaran freelance itu membanggakan, karena berarti orang mengakui keahlianmu dan mereka mau membayar untuk keahlianmu itu.
Selain itu sebagai mahasiswa, proyek freelance itu juga bisa menjadi portfolio untuk melamar kerja ke perusahaan impian.
Belajar + membangun relasi + bikin portfolio + dibayar, kenapa tidak? Tawaran yang menggiurkan (kalau bayarannya tinggi lebih menggiurkan lagi).
Namun sekarang aku sudah bukan mahasiswa. Apa hal tersebut masih berlaku? Aku mencoba mempertimbangkan lagi.
Bayaran? Apa rate nya lebih tinggi dari gaji di tempat kerja sekarang?
Portofolio? Bukannya hal yang kita lakukan di perusahaan lebih diperhatikan daripada apa yang kita kerjakan di freelancing.
Belajar? Apa tidak ada lagi hal baru yang bisa kita pelajari di tempat sekarang?
Relasi? Apakah di tempat kerja saja tidak cukup?
Setelah mempertimbangkan semua hal itu, aku mencoba menulis alasan kenapa aku mempertimbangkan tidak mengambil freelance lagi.
1. Mungkin dapat anggota tim yang tidak cocok
Ini biasanya menjadi masalah terbesar.
Dapat anggota tim yang beban. Apalagi kalau kerjaan kita bergantung pada kerjaan dia.
Sebagai frontend engineer, biasanya masalah terjadi kalau API dari backend engineer belum selesai. Kemudian yang bakal ditanyain oleh stakeholder adalah si frontend “kenapa fitur ini belum selesai?”.
Atau mungkin kerjaan backend selesai sebelum deadline tapi sudah mepet dengan deadline, sehingga frontend tidak punya waktu untuk mengintegrasikan kerjaannya dengan UI.
Anggota tim yang komunikasinya jelek. Misal kerjaannya sudah selesai tapi nggak dikasih tahu, sehingga anggota team lain berpikir dia belum selesai atau parahnya lagi malah dikerjain oleh yang lain sehingga jadi redundan.
Atau misalnya ada kendala yang dia nggak bilang di awal, sehingga saat yang lain tahu nantinya, jadi nggak sempat lagi untuk balik ke titik sebelumnya lagi.
Ada juga anggota tim yang prinsipnya beda dengan kita. Kalau ada bug dan dia sebenarnya tahu dia akan diam saja, karena menurut dia fitur itu sudah selesai di tes oleh stakeholder jadi bukan tanggung jawab dia. Dia memandang pekerjaan pengembangan perangkat lunak mungkin untuk mencari uang atau mengisi waktu luang saja.
Tidak cocok denganku yang memang ingin membangun perangkat lunak dengan kualitas yang bagus, karena sebisa mungkin tidak ada bug yang didapat setelah aku mengecek sendiri. Kalaupun ternyata memang susah atau akan memakan waktu lama akan aku diskusikan dulu dengan stakeholder apakah ini memang penting sehingga perlu diselesaikan, ini lebih baik daripada diam saja.
2. Bayarannya tidak besar
Aku belum pernah dapat kerjaan freelance yang jika dihitung biaya per jamnya sama dengan rate di tempat kerja utamaku.
Padahal kita menggunakan waktu istirahat kita (sepulang kerja, akhir minggu, dan hari libur) untuk mengerjakannya, menurutku harusnya tingkat bayarannya lebih tinggi.
Aku mencoba lihat bayaran di pr*jects.co.id, sayangnya tidak ada yang menarik.
Aku pernah dapat DM di LinkedIn untuk menjadi freelance Upwork di bawah dia (dia yang menerima kerjaan, tapi aku yang ngerjain), tapi bayarannya 1/4 gajiku sekarang. Kayaknya karena aku orang Indonesia jadi dia mikir bisa di lowball habis-habisan. Kutolak.
Di sisi lain kalau kita dengar di berita, jikalau dapat proyek pemerintah kita bisa dapat bayaran Milyaran hingga Triliunan untuk mengerjakan proyeknya.
Namun kita harus paham dulu di pemerintahan pemberian proyek itu bertingkat. Tingkat teratas menang tender dan dapat bayaran 1 Milyar, kemudian dia memberikan pekerjaannya ke tingkat selanjutnya lagi, yang mana tingkat selanjut itu mungkin akan mencari tingkat selanjutnya juga lagi, hingga mungkin di kita “hanya” mendapat 10 juta.
Ingin menjadi tingkat teratas? Siap-siap diaudit kalau begitu. Kalian akan berurusan dengan BPK. Itupun berarti kalian harus bisa membangun koneksi dengan instansi terkait juga agar dipertimbangkan mendapat tawaran proyek itu.
Selain itu yang mencari freelancer biasanya adalah orang awam yang tidak mengerti IT, antara mereka tidak tahu kompleksitas pengembangan atau budget mereka tidak besar, jadinya bayaran yang ditawarkan juga tidak terlalu besar. Aku pernah ditawarin begini waktu kuliah. Kutolak.
Aku juga pernah dengar kalau bisa dapat kerjaan freelance luar negeri misalnya di Upwork bisa dapat bayaran yang besar, aku sendiri belum pernah coba tapi kulihat persaingannya sangat tinggi dan perlu membuat kita meninggalkan kerjaan utama kita. Sepertinya tidak cocok buatku.
3. Mending pindah tempat kerja saja
Kalau alasan mencari kerjaan freelance adalah karena alasan finansial, apa berarti kalian tidak puas dengan gaji di tempat kerja sekarang?
Kalau begitu bagaimana jika pindah tempat kerja saja ke tempat yang bisa memberikan gaji yang lebih tinggi?
Menurutku ini lebih bagus dalam jangka panjang, karena kerjaan freelance itu merupakan pekerjaan yang tidak menentu dan harus dicari dulu, meanwhile gaji itu pasti (at least secara teori).
Pindah ke perusahaan yang bisa memberikan gaji lebih tinggi biasanya juga berarti pindah ke perusahaan dengan pamor lebih besar. Kalau kalian mencari kerjaan freelance lagi, daya tawar kalian juga lebih tinggi.
Selain itu menurutku fokus di satu hal yang tepat itu sangat powerful dan tidak perlu membuat kita berganti konteks. Karena kalau ada kerjaan lain pasti kita harus memahami domain bisnisnya dan juga mengharuskan kita berganti-ganti workspace setiap saat untuk tiap kerjaan.
Kita tidak dibayar lebih di kerjaan freelance kalau kita membuat kode yang rapi, membuat integration test, membuat web berjalan sangat cepat, atau menggunakan teknologi terbaru. Karena di freelance fokusnya adalah “bisa dipakai”. Itu saja sudah cukup dan kita akan dibayar.
Jadi kalau kalian orang yang tidak suka berpuas diri / selalu ingin memberikan yang lebih pada suatu hal / ingin highest degree of engineering sebenarnya kerjaan freelance tidak cocok.
Lebih baik kalian berikan effort itu pada tempat kerja kalian sekarang, dan jangan lupa mengkomunikasikannya juga agar diapresiasi.
4. Sudah berada di tahap hidup yang berbeda

Sewaktu mahasiswa aku memang suka menghabiskan seharian waktu untuk ngoding.
Namun 7 tahun kemudian — di saat aku menulis blog ini — aku sudah tidak bisa menikmati lagi menghabiskan waktu sepanjang hari untuk ngoding saja.
Karena jika sedang ada kerjaan freelance berarti kita harus meluangkan waktu untuk mengerjakannya sebelum pergi kerja, setelah pulang kerja, di saat tidak kerja (hari libur atau akhir minggu), atau bahkan curi-curi waktu di saat kerja (jika ada yang mendesak).
Aku merasa jenuh.
Bayangkan kalau misalnya tanggal rilis di kerjaan utama dan tanggal rilis proyek freelance jatuh di waktu yang sama, pasti ketar-ketir. Bisa-bisa dari bangun tidur sampai tidur lagi yang kita lakukan cuma ngoding. Hal ini juga tidak cocok untuk orang yang malah underperform saat dibawah tekanan.
Aku lebih suka menghabiskan waktu di pagi hari untuk membaca buku, olahraga di malam hari (atau pagi tergantung jadwal Badminton), dan jalan-jalan ke mall di akhir minggu.
Aku tidak mau lagi menghabiskan semua waktuku untuk duduk di depan meja dan mengetik baris kode lagi.
Mungkin aku sudah tua berubah.
Sekian. Itulah hal yang aku pertimbangkan saat menerima tawaran freelance lagi. Walaupun sudah condong untuk tidak menerima tawaran lagi.
Mungkin untuk mengimbangi nanti aku juga akan menulis “Alasan Kenapa Aku Mengambil Freelance” untuk pendapat dari perspektif yang berbeda.
Secara keseluruhan aku bukannya tidak suka dengan kerjaan freelance, hanya saja memang sudah tidak cocok lagi.
Semoga teman-teman yang ingin menjadi freelancer bisa menemukan tawaran yang menarik dan semoga teman-teman yang sudah menjadi freelancer diberikan kelancaran dalam freelancingnya dan bisa berkontribusi dalam membuat dunia yang lebih baik lagi melalui produk yang kalian buat.